Siwindumedia.com – Beberapa anak muda di wilayah Cirebon, Jawa Barat, selama bulan Ramadhan 2023 ini berkeliling ke berbagai macam tempat ibadah. Kegiatan tersebut dilakukan mulai dari masjid, gereja, pura, hingga wihara.
Di sana, mereka belajar saling mengenal, berbuka puasa bersama, sekaligus menutup pintu wasangka. Inilah Pesan-Tren Damai.
Melalui Pesan-Tren Damai ini, mereka berharap bisa menebar perdamaian yang diperoleh dari masjid, pura, gereja, hingga wihara.
Kegiatan ini dimulai ketika atraksi kesenian barongsai dan liong dari pemuda keturunan Tionghoa menyambut para tamu di Vihara Dewi Welas Asih, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (7/4/2023).
Pengunjungnya pun berasal dari berbagai agama, dari yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Beberapa tokoh lintas iman turut serta dalam acara tersebut.
Mereka menghadiri Pesan-Tren Damai yang diinisiasi Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Kegiatan bertema “Menebar Pesan Damai, Merawat Kebhinekaan, dan Merajut Persaudaraan” itu mendatangi berbagai rumah ibadah.
Selain di Wihara, acara yang sama juga berlangsung di Pura Agung Jati Pramana Cirebon, Gereja Kristen Pasundan Bethesda di Majalengka, Gereja Katolik Paska Kristus Losari, serta Pondok Pesantren Darul Hijroh Buntet. Selain dialog dan buka puasa, peserta juga melakukan tur tempat ibadah.
Ketika di Vihara Dewi Welas Asih atau Kelenteng Tiao Kak Sie, misalnya, belasan peserta yang mayoritas anak muda menjelajahi tiap sudutnya. Mereka mendengar dengan saksama dan merekam penjelasan dari Richard D Perkasa, sekretaris wihara, tentang kelenteng yang berdiri sejak 1595 itu.
“Di sini juga ada beduk, bukan hanya di masjid. Di sebelah kanan, ada lonceng. Jadi, di wihara ini beduk dan lonceng berdampingan,” ucap Richard menunjukkan beduk yang menggantung di sebelah kiri setelah memasuki pintu wihara. Para pengunjung pun takjub melihat benda tersebut.
Zaenal Abidin selaku Koordinator Pesan-Tren Damai, mengaku takjub dengan sambutan pengelola rumah ibadah kepada para peserta kegiatan. Selain menyiapkan takjil sukarela, pengelola rumah ibadah juga menyambut meriah peserta. Di pura, misalnya, umatnya mengenakan baju adat.
“Kami sengaja mengajak anak muda untuk mau melanjutkan perjuangan merawat keberagaman. Jangan sampai ini putus. Kami ingin tumbuhkan rasa toleransi,” ucap Zaenal. Apalagi, masih banyak warga yang menganggap tabu untuk mengunjungi rumah ibadah yang berbeda agama.