Siwindumedia.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan pendapat hukum (Legal Opinion/LO) atas pembayaran utang pemerintah ke produsen minyak goreng dan pengusaha ritel. Total nominal yang harus dibayarkan ialah sebesar Rp 800 miliar.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengungkapkan, dalam putusan itu pihaknya wajib menyelesaikan pembayaran utang minyak goreng (migor) kepada pengusaha minyak goreng dan pengusaha ritel.
“LO-nya (legal opinion) sudah keluar. Isinya pemerintah masih punya kewajiban untuk membayarkan tetapi tetap berdasarkan ketentuannya. Nah ketentuan dengan hasil verifikasi yang dilakukan secara akuntabel, profesional dari Sucofindo. Keluar LO-nya kemarin (11/5/2023),” ujar Isy kepada wartawan belum lama ini.
Utang tersebut berkaitan dengan selisih harga jual alias rafraksi minyak goreng pada program satu harga minyak goreng pada 2022. Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyatakan, pihaknya masih akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
“Itu masih dikomunikasikan. Jadi keputusannya sudah keluar, kita komunikasi dan koordinasi dengan Aprindo dan tentu saja teman-teman peritel,” kata Jerry, saat ditemui di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).
Ihwal total besaran yang harus dibayarkan pemerintah ke Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Isy Karim masih belum bisa memastikan. Sebab pihaknya masih harus membuka dokumen catatan yang dimiliki oleh Kemendag.
Kemendag memiliki utang ke Aprindo sebesar Rp 344 miliar. Namun kalau ditotalkan dengan jumlah utang ke produsen minyak goreng dengan pengusaha ritel mencapai Rp 800 miliar.
Angka tersebut berdasarkan verifikasi dari PT Sucofindo yang ditugaskan untuk menjadi verifikator klaim selisih harga dari program yang telah berjalan pada Januari 2022.
“Total tagihan itu secara Rp 800 miliar. Kalau Aprindo kan melalui modern trade, sedangkan ada yang general trade. Jadi gabungan itu agak lumayan besar sekitar Rp 800 miliar, itu gabungan,” kata Isy.
Adapun pembayaran utang ini bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Permendag 01 dan 03 Tahun 2022, selisih harga akan diganti melalui dana di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Nantinya, klaim utang itu diajukan BPDPKS sebagai badan yang ditunjuk untuk mengganti selisih harga program itu. Kemudian, barulah produsen mengganti selisih harga ke peritel.