Siwindumedia.com – Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi dituntut mundur oleh sejumlah pengurus PGRI daerah. Tuntutan tersebut disuarakan segelintir oknum pengurus PGRI (18 oknum pengurus provinsi dan 9 oknum PB PGRI) yang mengatasnamakan provinsi. Atas hal tersebut, PB PGRI pun memberikan tanggapan mengenai kekisruhan ini.
Ketua Departemen Kominfo PB PGRI Wijaya Winarya mengatakan, PB PGRI perlu memberikan tanggapan secara resmi mengenai hal ini karena ini menyangkut sejarah PGRI yang tumbuh seiring dengan perkembangan bangsa dan negara.
“Kami memberikan tanggapan resmi serta penuh keyakinan bahwasanya PGRI masih tetap setia, solid, dan mendukung kepemimpinan Ketua Umum Prof. Dr. Hj. Unifah Rosyidi,” katanya, melalui siaran pers, dikutip Minggu (18/6/2023). Wijaya melanjutkan, belasan Ketua PGRI Provinsi sudah mengklarifikasi dan menyatakan bahwa nama-nama mereka sudah dicatut sebagai bagian dari yang menyatakan mosi.
Daerah yang menyatakan bahwa mereka tidak menjadi bagian mosi dan tetap mendukung kepemimpinan yang sah di antaranya: Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, DKI Jakarta, Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan Kabupaten Bau-bau Sulawesi Tenggara.
“Sedangkan DIY dan NTT itu bukan dihadiri Ketua dan merupakan pernyataan pribadi,” ujar Wijaya.
Dia melanjutkan, istilah mosi yang dikeluarkan tidak dikenal dalam organisasi PGRI, dan dianggap lebih terkait dengan dinamika kontestasi politik menjelang Kongres PGRI ke-XXIII.
Kondisi ini, lanjut Wijaya, menunjukkan tanda ketidaksabaran dari oknum-oknum yang ingin tampil bersaing dalam suksesi kepemimpinan PGRI.
“Mereka belum menyadari bahwa syahwat yang tidak terkendali dan meledak-ledak keluar ini juga berpotensi menjatuhkan muruah serta memecah belah organisasi,” tuturnya.
Menurutnya, pihak yang melakukan mosi tidak percaya mendapat reaksi negatif dan tuntutan dari pengurus Kabupaten/Kota di wilayahnya karena tidak melalui forum resmi organisasi yang melibatkan pengurus Kabupaten/Kota.
Selain itu, pernyataan 9 oknum Pengurus Besar yang menyebut dirinya tim 9 adalah bentuk indisipliner organisasi dan tidak mematuhi mekanisme organisasi yang berlaku. Dia melanjutkan, pernyataan bernada provokatif yang beredar di publik bahwa akan ada sekelompok orang ingin merebut Gedung Guru Indonesia kantor Pengurus Besar merupakan bentuk tindakan premanisme.
Sementara itu, Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi menanggapi santai tuntutan mundur yang ditujukan kepadanya.
“Sebenarnya kita itu baik-baik saja. Adanya mosi itu, kami kemudian berembug dengan provinsi,” Prof Unifah Rosyidi di Jakarta, Sabtu (17/6/2023).
Ia mengatakan, mosi tidak percaya muncul pascakongres kerja bersama di Samarinda. Kongres tersebut, menurutnya, menjadi kongres terakhir. Sebab, kepengurusan PB PGRI akan berakhir 2024 nanti.
“Kami sudah diingatkan Polri tidak boleh mengerahkan massa dalam jumlah besar. Sehingga kami mengajukan di bulan Maret 2024,” katanya.
“Sebenarnya kami habis Juni 2023, intinya kami ajukan,” imbuhnya.
Dari sanalah, dikatakan dia, muncul kegaduhan di internal PGRI. Padahal perubahan tersebut sudah kami sampaikan dengan baik kepada provinsi dan PB PGRI.
“Intinya perubahan tidak melanggar AD/ ART, seperti memperpanjang hingga akhir 2024. Saya malah enggak masalah kalau masa kepengurusan dimajukan,” imbuhnya.
Bahkan, lanjut Unifah, dirinya tidak pernah mengungkapkan akan maju kembali pada pemilihan ketua umum PGRI 2024 nanti. Karena, menurut dia, dirinya ingin fokus bekerja sampai akhir masa jabatan dan terus berprestasi.
“Di AD/ ART itu ada masanya untuk pemilihan, yakni 3 bulan sebelumnya. Kalau sekarang, saya rasa kayaknya terlalu dini,” ungkapnya.
“Kayaknya saya mau banget (mencalonkan Ketum PGRI), padahal saya sama sekali tidak kepikiran untuk maju,” imbuhnya.