Siwindumedia.com – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur membolehkan pasangan berbeda agama menikah. Pasangan yang dimaksud beragama Islam dan Kristen. Sebelumnya, mereka menikah pada Maret 2022 namun ditolak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Surabaya. Mereka lalu mengajukan penetapan ke Pengadilan Negeri Surabaya agar diizinkan menikah beda agama.
“Memberikan izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Madya Surabaya,” demikian bunyi penetapan yang diketok oleh hakim tunggal Imam Supriyadi.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa perbedaan agama tidak bisa dijadikan larangan untuk melangsungkan pernikahan seperti diatur dalam Pasal 8 huruf f UU Perkawinan dan merujuk pada Pasal 35 huruf a UU No.23 tahun 2006.
Beberapa pertimbangan hakim saat mengeluarkan penetapan beda agama, antara lain, perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan.
Adapun pembentukan suatu rumah tangga melalui perkawinan adalah merupakan hak asasi para pemohon sebagai warga negara serta hak asasi para pemohon untuk tetap mempertahankan agamanya masing-masing.
Atas hal tersebut, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya digugat karena mengabulkan permohonan pernikahan beda agama dua warga Surabaya, yakni RA yang beragama Islam dan EDS yang beragama Kristen.
Pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya yang dikutip pada Senin (27/6/2022), PN Surabaya digugat atas tuduhan perbuatan melawan hukum.
Gugatan itu didaftarkan 23 Juni 2022, dengan nomor perkara 658/Pdt.G/2022/PN Sby oleh empat orang bernama M Ali Muchtar, Tabah Ali Susanto, Ahmah Khoirul Gufron, dan Shodiku.
Tergugat tunggal dalam gugatan tersebut adalah PN Surabaya. Pihak yang disebut sebagai pihak turut tergugat adalah Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, Majelis Ulama Indonesia, Persekutuan Gereja Indonesia, serta Pondok Pesantren Al Anwar Sarang dan Pondok Pesantren Alquran (pimpinan Gus Baha).
Petitum yang dimohonkan penggugat adalah meminta PN Surabaya dan pihak turut tergugat lainnya untuk membatalkan putusan perkara Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby terkait pernikahan beda agama tersebut.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengesahkan pernikahan beda agama tersebut. MUI menyatakan pernikahan beda agama di negara Indonesia bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 tentang kebebasan dan kemerdekaan memeluk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
“Kedua pasangan berbeda agama dan berbeda keyakinan bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal Pasal 2 ayat 1, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu,” ujar Sekjen MUI Amirsyah Tambunan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/6/2023).
Amirsyah menjelaskan, bahwa sesuai pasal tersebut negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Selain itu, pernikahan beda agama juga melawan konstitusi yang telah dijelaskan pada UUD 1945 Pasal 28 B. Dalam pasal 28 B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
“Dengan perkawinan beda agama maka terjadi pertentangan logika hukum, karena selain beda agama juga berbeda kepercayaan yang dianut oleh calon pasangan suami istri yang dalam kasus ini harus ditolak atau dibatalkan,” kata Amirsyah.