Siwindumedia.com – Harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional di Jakarta terpantau masih tinggi. Seperti dilansir Kompas.com, Selasa (1/8/2023), ayam seberat 1,1-1, 2 kilogram dijual seharga Rp 50.000 di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Tak hanya konsumen, pedagang pun ikut bingung mengapa harga ayam tak kunjung turun sejak Lebaran Haji 2023.
“Harga Rp 50.000 untuk satu ekor ayam bersih ukuran 1,2-1,3 kilo, itu dari sebelum Idul Adha, kan kemarin susah dapatnya,” kata Fahri, pedagang daging ayam di Pasar Minggu, Selasa (1/8/2023).
Selain itu, kata Fahri, naik turun harga daging ayam memang sudah biasa. Namun, ia tidak menyangka harga daging ayam masih terbilang mahal meski Lebaran sudah berlalu beberapa bulan.
“Tiap tahun memang biasa ada kenaikan, tapi enggak lama, dua bulan paling sudah turun. Ini malah sampai sekarang enggak turun-turun. Tiap harga BBM naik biasanya harga ayam juga naik karena pengaruh transportasi. Sekarang harga (daging ayam) stabil saja nih enggak turun-turun,” ujar dia lagi.
Fahri pun tidak tahu, mengapa harga ayam dan daging ayam di pasaran tetap mahal.
“Harapannya ya diceklah ini, dari mana sehingga harganya tinggi gitu. Kenapa bisa mahal,” ujar dia lagi.
Sebab, menurut dia, kenaikan harga biasanya terjadi lantaran stok barang yang terbatas atau sedikit dibanding permintaan pasar.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan kenaikan harga daging ayam merupakan dinamika yang tidak bisa dihindari karena kenaikan biaya pokok produksi yang membebani produsen.
“Kenaikan harga dipengaruhi misalnya dengan naiknya harga DOC yang sebelumnya Rp 5.000 saat ini sampai Rp 8.000 per ekor. Harga jagung dulu Rp 3.150 per kg saat ini Rp 5.000 per kg. Bahkan sebelumnya sampai di atas Rp. 6.000 per kg. Oleh karena itu, tugas kita bersama menjaga kewajaran harga di tiga lini yaitu di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen sesuai arahan Bapak Presiden.” ujar Arief, dalam keterangannya dikutip Senin (2/8/2023).
Arief menambahkan proses harga keseimbangan baru ini merupakan bagian dari transisi kewajaran harga, baik di sisi produsen dan konsumen. Karena sebelumnya ternyata ketidakseimbangan harga dan menyebabkan para peternak mengalami kerugian besar, dan di waktu yang sama harga ayam dan telur di pasaran sangat murah.
“Bulan Januari 2023 lalu, saudara-saudara kita Peternak Ayam sudah banyak merugi dan tutup karena tidak sesuainya biaya produksi versus harga jualnya. Nah ini harus kita urai satu persatu. Jangan sampai harga murah di atas kertas tapi sedulur peternak bangkrut, malah tidak ada telur nanti di masyarakat,” terangnya.
Untuk itu, Arief menekankan saat ini pemerintah terus membantu untuk memperbaiki dari sisi peternak yang sempat mengalami kerugian. Karena khawatir jika situasi itu tidak diperbaiki, Indonesia terancam krisis pasokan daging ayam.
“Tentu kita tidak ingin para produsen ini berhenti berproduksi, sebab ketika peternak berhenti berproduksi maka neraca akan defisit kita tidak dapat memenuhi kebutuhan protein dari unggas dari produksi dalam negeri. Ini yang kita hindari,” terang Arief.
“Saat ini waktunya kita mensupport Peternak Ayam Broiler agar mendapatkan harga yang baik. Sambil kita kontrol harga di tingkat konsumen bersama sama.” tambahnya.
Arief mengungkapkan dalam menjaga keseimbangan harga tersebut pihaknya melakukan sejumlah langkah strategis dan menyeluruh dari aspek hulu hingga hilir. Selain mengeluarkan regulasi terkait harga acuan, Bapanas juga mendorong stabilitas pasokan melalui Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) jagung pakan dari daerah surplus di wilayah Sumbawa dan Dompu Nusa Tenggara Barat ke daerah sentra peternak di Blitar dan Kendal.
Dengan intervensi pemerintah yang menekan harga distribusi jagung pakan tersebut, dapat menekan harga daging ayam di tingkat hilir.
Pada saat yang sama, di tingkat hilir pemerintah melalui penugasan kepada BUMN pangan ID FOOD menggelontorkan bantuan pangan berupa telur ayam dan daging ayam kepada 1,4 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS) tiga kali di 7 provinsi sesuai data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Adanya bantuan ini di satu sisi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi khususnya pangan sumber protein dan mendukung penurunan stunting, di sisi lain produk peternak terserap oleh pasar dengan baik.
“Kita terus mendorong percepatan penyerapan bantuan daging ayam dan telur ayam ini ke masyarakat sehingga mampu memenuhi kebutuhan asupan protein sekaligus menjaga daya beli masyarakat dan menekan inflasi pangan.” ujar Arief. Hingga saat ini, realisasi bantuan telur ayam dan daging ayam untuk tahap pertama telah mencapai 98%, dan saat ini sedang dalam proses pendistribusian untuk tahap kedua dan ketiga.
Selain itu, Bapanas bersinergi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BUMN Pangan, BUMD, asosiasi dan pelaku usaha pangan terus melakukan intervensi pasar dalam bentuk Gerakan Pangan Murah (GPM) daging ayam.