SiwinduMedia.com – Pada 17 April 2007 silam, pemerintah Kota Bandung memutuskan untuk menutup kawasan prostitusi Saritem. Kini Saritem tinggal kenangan sebagai bagian dari sejarah Kota Bandung. Nama ini berasal dari sosok perempuan bernama Nyai Saritem atau Nyai Sari Iteung.
Dikutip dari radarmukomuko.com, tentang Nyai Saritem yang dikenal cantik tersebut ada beragam, satu sisi menyebut dia adalah gundik, muncikari, atau orang pertama yang menarik perempuan belia untuk menjadi teman kencan tentara Belanda di masa itu.
Juga ada yang menyebut Nyai Saritem adalah penyelamat bagi perempuan yang tertindas kala itu. Ramainya perbicangan soal Nyai Saritem diawal dengan munculnya potret wanita berparas ayu yang kerap disebut-sebut sebagai nyai Saritem di internet.
Sosoknya tampak elegan dengan balutan kebaya aksesoris berupa gelang dan antik bak wanita priyayi. Dilansir dari paragram.id yang mengutip Info Bandung, Saritem adalah wanita cantik yang merupakan seorang gadis pedagang jamu.
Saritem muncul pada era kependudukan Belanda di Indonesia. Karena memiliki pesona cantik, Saritem dijadikan istri simpanan oleh seorang pria Belanda.
Memiliki suami orang Belanda membuat kehidupan Saritem berubah dan jadi orang kaya. Saritem pun memiliki gelar yakni Nyai Saritem.
Bersamaan dengan aktivitas Saritem sebagai istri orang Belanda, kala itu di kawasan Jalan Gardu Jati. Belanda ingin membangun tempat khusus bagi para prajurit Belanda yang ingin menumpahkan hasrat seksualnya.
Kebetulan, pada saat itu daerah Gardu Jati memang dijadikan sebagai markas militer Belanda. Dalam misinya tersebut, Nyai Saritem difasilitasi sebuah rumah yang cukup besar.
Selang beberapa tahun, Nyai Saritem diminta oleh pembesar Belanda untuk mencari wanita yang bisa diajak kencan oleh para serdadu Belanda yang masih melajang.
Semakin hari perempuan-perempuan yang dikumpulkannya semakin banyak. Perempuan-perempuan tersebut berasal dari sekitaran Bandung, seperti Sumedang, Cianjur, Garut, serta Indramayu.
Bisnisnya semakin besar, Nyai Saritem semakin terkenal. Bisnis lendir milik Nyai Saritem ini kemudian semakin berkembang pesat. Pengunjung yang datang tak hanya berasal dari kalangan serdadu lajang.
Para prajurit yang sudah lanjut usia juga kerap berkunjung ke tempat ini. Bukan hanya warga Belanda, kalangan pribumi juga tak sedikit yang berkunjung dan mencicipi bisnis Nyai Saritem ini.
Terinspirasi dari keberhasilan Nyai Saritem, kawan-kawan yang senasib menjadi gundik para Belanda ini juga turut membuka bisnis serupa.
Rata-rata mereka dulunya sempat menjadi perempuan yang bekerja pada Nyai Saritem. Sepeninggal Nyai Saritem, pusat lokalisasi di Bandung ini kemudian dikenal sebagai ‘Saritem’.
Kawasan tersebut pun lebih dikenal dengan sebutan Saritem. Bahkan sampai Indonesia merdeka pun, Saritem dikenal sebagai tempat prostitusi paling terkenal di Bandung.