SiwinduMedia.com – Istilah Bandung Lautan Api muncul di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut.
Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi. Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul “Bandoeng Djadi Laoetan Api”.
Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi “Bandoeng Laoetan Api”.
Di kutip dari radarmukomuko.com, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar kediaman mereka sendiri, kemudian mereka meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.
Aksi yang sangat heroik dan menginspiratif ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu yang dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Seluruh penduduk rela membakar rumahnya ketimbang membiarkan pasukan Sekutu dan NICA (Belanda) menjadikannya sebagai markas untuk melawan bangsa yang kala itu pada dasarnya sudah merdeka.
Aksi bumi hangus di Bandung dipandang sebagai taktik yang dirasa paling ideal dalam situasi saat itu karena kekuatan pasukan Republik Indonesia tidak sebanding dengan kekuatan Sekutu dan NICA.
Kejadian tersebut saat perang besar setelah prolamasi kemerdekaan 17 agustus 1945. Maka peristiwa ini dikenal dengan “Bandung Lautan Api”.
Yang melatarbelakangi peristiwa Bandung Lautan Api, dimana pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945.
Mengutip dari wikipedia, sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali Tentara Keamanan Rakyat (TKR), diserahkan kepada mereka.
Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari.
Pada malam tanggal 21 November 1945, Tentara Keamanan Rakyat dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara. Termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas Inggris.
Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi “bumi hangus”.
Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela, bila Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumi-hanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoeangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946.
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer.
Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.
Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua anggota milisi BRI terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya.
Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung.
Sejak saat itu, kurang lebih pukul 12 Malam, Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Namun, api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.