SiwinduMedia.com – Jakarta, kota yang dipenuhi dengan kemegahan gedung-gedung pencakar langit, pusat ekonomi dan politik Indonesia, juga menemui tantangan besar dalam upaya memerangi polusi udara yang semakin hari semakin pekat.
Dalam rangka memperbaiki kualitas udara di ibu kota, pemerintah telah meluncurkan sejumlah kebijakan, salah satunya adalah uji emisi.
Namun, seperti yang diungkap oleh kasus Dody, kebijakan yang tidak didukung dengan komunikasi yang tepat justru berpotensi mengundang kontroversi.
Dody, seorang warga Jakarta yang berusia 45 tahun, dengan kesadaran tinggi memutuskan untuk mengikuti uji emisi.
Namun, yang seharusnya menjadi tindakan positif berbuah pahit saat ia harus menerima tilang akibat tidak lulus dalam uji tersebut.
Kasus ini mencerminkan betapa pentingnya edukasi dan komunikasi dalam penerapan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan isu lingkungan.
Sebagai awal, kita harus bertanya: apakah masyarakat telah mendapat informasi yang cukup sebelum kebijakan ini diberlakukan? Memang, ada tanggung jawab dari setiap warga untuk memahami peraturan yang ada, namun pemerintah juga memiliki peran besar dalam menyampaikan informasi tersebut kepada publik.
Dengan informasi yang jelas dan transparan, masyarakat dapat mempersiapkan diri, sehingga tidak terjebak dalam situasi seperti yang dialami Dody.
Namun, edukasi tidak hanya soal menyampaikan konsekuensi dari kebijakan. Lebih dari itu, pemerintah harus menjelaskan latar belakang kebijakan tersebut. Mengapa uji emisi menjadi penting? Bagaimana dampak polusi udara terhadap kesehatan warga Jakarta? Dengan pemahaman yang mendalam, masyarakat tidak hanya menjadi patuh karena takut sanksi, tetapi juga karena sadar betapa pentingnya menjaga lingkungan.
Kembali ke kasus Dody, apa yang bisa kita petik?
Pertama, komunikasi harus ditingkatkan. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang diluncurkan disertai dengan sosialisasi yang masif dan menyeluruh. Dengan begitu, masyarakat bisa memahami dan mendukung program tersebut dengan sepenuh hati.
Selain itu, kita juga harus mempertimbangkan apakah ada alternatif lain yang bisa diambil untuk mengurangi polusi udara di Jakarta. Uji emisi adalah langkah positif, namun tentu saja tidak cukup.
Investasi pada transportasi publik yang efisien dan ramah lingkungan bisa menjadi solusi jangka panjang. Penambahan area hijau dan hutan kota, serta kampanye penghijauan yang melibatkan masyarakat, juga dapat menjadi bagian dari solusi tersebut.
Konstruksi yang sering menjadi sumber polusi debu juga harus mendapat perhatian khusus.
Mengapa tidak menerapkan standar baku dalam setiap proyek konstruksi untuk memastikan bahwa debu tidak menyebar ke udara dengan bebas? Atau menerapkan kebijakan agar setiap proyek konstruksi wajib menyediakan area hijau sebagai kompensasi?
Dalam menghadapi tantangan lingkungan, partisipasi aktif masyarakat adalah kunci. Kebijakan yang baik harus didukung oleh edukasi yang masif, sehingga masyarakat tidak hanya menjadi subyek yang harus mematuhi peraturan, tetapi juga sebagai mitra pemerintah dalam upaya menjaga lingkungan.
Sebagai penutup, kasus Dody harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Pemerintah harus lebih proaktif dalam menyampaikan informasi dan menjalin komunikasi dengan masyarakat.
Sementara itu, kita sebagai masyarakat juga harus lebih proaktif mencari informasi dan mendukung setiap kebijakan yang baik demi lingkungan yang lebih sehat.
Semoga dengan kerja sama yang erat antara pemerintah dan masyarakat, Jakarta bisa menjadi kota yang lebih hijau dan sehat di masa depan.
Opini oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta