SiwinduMedia.com – Hingga saat ini kasus di Pulau Rempang belum selesai. Masih banyak penolakan terhadap proyek PSN dengan Xinyi Glass Holding Limited disana.
Petisi penolakan pun masih terus mendapatkan partisipasi dari publik dari hari ke hari yang hingga saat ini sudah mencapai hampir 6000 orang penandatangan.
*Janji Relokasi Ditunda hanya untuk Pencitraan*
Janji Bahlil dan Presiden Jokowi bahwa relokasi ditunda, hanya untuk kepentingan Citra agar terlihat lebih manusiawi. Padahal kenyataan di lapangan tetap terjadi relokasi tentu dengan cara tekanan psikologis kepada penduduk dengan pengerahan aparat.
Sebelumnya, anggota Ombudsman RI menyampaikan keterangan warga Kampung Pasir Panjang bahwa mereka tidak mendapatkan penjelasan yang utuh dari pemerintah terkait Rempang Eco City.
Dari keterangannya diketahui bahwa warga didatangi oleh aparat TNI/POLRI dari tim gabungan dari Pemerintah Kota Batam, BP Batam secara door to door untuk bergerilya meminta persetujuan warga dan memaksa untuk mengisi form dan tanda tangan. Hal ini pun dibantah Menteri Bahlil.
Klaim tentang Kapasitas Perusahaan Asing Dipertanyakan
Ada sebuah keanehan yang menjadi pertanyaan besar dibalik rencana investasi dari Xinyi Glass Holding Limited di Pulau Rempang yang digadang-gadang sebagai perusahaan produsen kaca terbesar kedua di dunia menurut Bahlil Lahadalia.
Jika melihat kapasitas negara dalam menjalin kerjasama dengan pihak asing tentunya akan ada riset yang mendalam tentang kapasitas perusahaan asing tersebut. Dan ternyata Xinyi sama sekali tidak termasuk yang dikategorikan sebagai perusahaan kaca terbesar kedua di dunia.
Sementara itu berdasarkan hasil penyelidikan banyak pihak termasuk yang diungkap oleh Nasional Corruption Watch (NCW) yang mengungkapkan Kegagalan Investasi Xinyi di Gresik dan Belitung: Terungkap bahwa Xinyi Glass Holding Limited, sebagai investor dalam proyek Rempang Eco-City di Gresik dan investasi pengolahan mineral tambang pasir kuarsa di Belitung, gagal memenuhi komitmen investasinya.
Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa Xinyi Glass Holding Limited tidak mempunyai kapasitas sebagaimana yang diklaim oleh Bahlil Lahadalia.
Salah satu isu yang mencuat adalah klaim yang dilontarkan oleh Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/BKPM, yang menyebut Xinyi Glass Holding Limited sebagai perusahaan produsen kaca terbesar kedua di dunia. Meskipun klaim ini menarik perhatian, bukti empiris yang ada menunjukkan ketidaksesuaian dengan klaim tersebut. Data keuangan Xinyi Glass Holding Limited, termasuk nilai property plant equipment dan sales revenue, jauh lebih rendah daripada klaim ini.
Jika menurut temuan NCW terungkap bahwa nilai property plant equipment Xinyi Group hanya US$2,2 miliar dan sales revenue sebesar US$3,4 miliar. Sedangkan consolidate net cash flow hanya US$41 juta. Maka rencana investasi di Pulau Rempang hingga US$11,6 miliar atau sebesar Rp. 174 triliun ini menjadi sebuah ancaman menuju kegagalan yang merugikan Indonesia.
Ini memicu keraguan tentang kejujuran dan integritas informasi yang diberikan oleh perusahaan kepada pemerintah Indonesia.
Kegagalan Investasi di Gresik dan Belitung
Kerjasama di Bangka dan Gresik tidak terlaksana dengan sebagaimana kerjasama yang sudah ditandatangani oleh Xinyi Glass. Dan ini menjadi ancaman besar sebab tatkala masyarakat terusir dari tanah kelahirannya sementara kerjasama dengan Xinyi ternyata menghasilkan pepesan kosong artinya negara menanggung kerugian yang besar dan masyarakat Pulau Rempang menjadi korban. Jika terjadi maka siapakah yang akan cuci piring?
Jika awalnya saja sudah seperti ini maka patut disimpulkan bahwa PSN di Pulau Rempang ini hanya untuk kepentingan kelompok tertentu saja.
Hal ini menciptakan kekhawatiran serius tentang kemampuan finansial dan niat sebenarnya dari perusahaan ini. Pertanyaannya adalah apakah proyek ini sejatinya hanya sebuah janji kosong atau bahkan memiliki agenda tersembunyi yang perlu diungkap.
Tertipu atau Maksud Lain
Ada pertanyaan mendasar tentang apakah Kementerian Investasi/BKPM sebenarnya tertipu oleh janji-janji fantastis dari Xinyi Glass Holding Limited atau apakah ada motif lain dari yang merekomendasikan perusahaan Xinyi ini kepada pemerintah?
Dalam konteks ini, kredibilitas dan transparansi dari pemerintah dalam mengelola investasi asing menjadi perhatian utama. Sebagai penentu arah investasi di Indonesia, BKPM memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap investasi asing di negara ini menguntungkan dan sesuai dengan kepentingan nasional.
Ancaman atas Kerjasama Xinyi di Pulau Rempang
Dengan track record Xinyi Glass Holding saat ini maka kerjasama yang di bangun di Pulau Rempang pun terancam gagal. Jika suatu saat terjadi hal yang buruk seperti proyek berhenti atau gagal, dampaknya bukan hanya pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada masyarakat dan perekonomian lokal.
Pemotongan kerjasama ini dapat menimbulkan kerugian besar bagi negara, dan masyarakat Pulau Rempang menjadi korban. Dalam situasi semacam ini, pertanyaan muncul tentang siapa yang akan menanggung dampak negatifnya dan siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Kepentingan Kelompok Tertentu
Jika track record Xinyi di Bangka dan Gresik tidak baik tapi proyek ini dipaksakan untuk diteruskan maka ada kemungkinan bahwa proyek di Pulau Rempang mungkin hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Ini menciptakan pertanyaan tentang transparansi dalam pengambilan keputusan dan integritas proyek ini secara keseluruhan. Dalam pengelolaan investasi asing, keterbukaan dan integritas adalah aspek yang sangat penting yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah.
Ancaman Kerugian yang akan dialami oleh negara
Temuan dari NCW terbukti benar mengenai nilai keuangan Xinyi Group yang lebih rendah daripada yang diumumkan, maka rencana investasi besar di Pulau Rempang sebesar US$11,6 miliar atau sekitar Rp. 174 triliun dapat menghadapi ancaman serius kegagalan. Dalam skenario terburuk, ini dapat berpotensi merugikan Indonesia secara signifikan.
Dalam rangka menghindari dampak negatif yang mungkin terjadi akibat investasi yang tidak berhasil, perlu adanya keterbukaan dan transparansi lebih lanjut dalam penyelidikan lebih lanjut tentang proyek ini.
Pemerintah, melalui Kementerian Investasi/BKPM, harus memastikan bahwa investasi asing yang masuk ke Indonesia memberikan manfaat yang nyata bagi ekonomi dan masyarakat lokal serta sesuai dengan klaim yang diajukan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Keputusan yang tepat dan pertimbangan yang matang perlu diambil untuk melindungi kepentingan nasional dan menjaga integritas investasi asing di Indonesia.
Dengan kapasitas perusahaan Xinyi saat ini negara harus berhati-hati untuk menindaklanjuti proyek di pulau Rempang ini, Sebelum nasi menjadi bubur berupa kebijakan yang merugikan rakyat Pulau Rempang sebaiknya proyek di Pulau Rempang segera di hentikan!
Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP. (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute)