SiwinduMedia.com – Tahun 2018 silam menjadi tahun penuh kesedihan bagi warga Desa Cipakem Kecamatan Maleber Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Kala itu, sebagian warga Desa ini harus rela meninggalkan tanah kelahiran untuk direlokasi ke tempat lain, akibat 2 kampung di desa tersebut dinyatakan tak layak huni lagi pasca dilanda musibah bencana longsor.
Musim penghujan tahun 2018, menjadi awal terjadinya musibah tanah longsor di Kampung Cigerut Kulon dan Cigerut Wetan Desa Cipakem. Ratusan warga pun terpaksa harus mengungsi terlebih dahulu di Balai Desa Cipakem, untuk menghindari bahaya tanah longsor.
Sebut saja Kampung Cigerut Kulon atau Dusun Rebo Desa Cipakem, yang saat ini sudah dinyatakan sebagai Kampung Mati. Di Kampung Cigerut Kulon ini, dari data yang diperoleh SiwinduMedia.com saat berkunjung ke lokasi, awal Oktober 2023, terdapat sekitar 80 rumah yang kini tak berpenghuni.
Tonton Liputan Siwindu Media di Kampung Mati Cigerut Kulon:
TONTON SEKARANGWarga Cigerut Kulon beberapa waktu pasca kejadian longsor, langsung direlokasi ke wilayah yang lebih aman namun masih berada di sekitar Desa Cipakem. Perkampungan baru yang menampung warga Cigerut ini dinamakan Sarana.
Pasca kejadian longsor, pemerintah daerah pun langsung turun tangan dengan menggandeng pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Setelah berkoordinasi dengan pihak Pemdes Cipakem kala itu, tim ahli dari BNPB bersama BPBD setempat langsung melakukan deteksi, dan akhirnya menyatakan Kampung Cigerut masuk zona merah alias tak layak huni.
Singkat cerita, setelah 5 tahun berlalu pasca dinyatakan Cigerut tak layak huni, Kampung yang dulunya ramai, tentram, damai dengan kehidupan masyarakatnya, kini menjelma menjadi Kampung Mati. Tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan warga yang selalu dipenuhi kehangatan di sana.
Hanya tertinggal rumah-rumah permanen yang hingga kini tetap berdiri kokoh. Meski memang beberapa diantaranya ada yang sudah rapuh akibat usia bangunan, ditambah kini sudah tak terurus lagi.
Pantauan SiwinduMedia.com, tak ada satu pun rumah berdindingkan bilik bambu. Semuanya terlihat bangunan rumah permanen, yang menandakan warga di Kampung Mati tersebut sangat gigih dalam mata pencaharian.
Kini rumah-rumah kokoh tersebut sudah dipenuhi rumput ilalang. Bahkan terlihat di beberapa teras rumah, ilalang sudah mulai tumbuh hingga masuk ke sela-sela pintu dan jendela.
Tampak pula dilihat dari kaca depan beberapa rumah, berbagai perabotan rumah tangga masih ada di dalamnya. Seperti lemari, kursi, dan lain sebagainya. Pantas saja warga enggan membawa perabotan berat itu ke tempat relokasi, mengingat akses jalan menuju dan keluar dari Cigerut ini sangat tidak memungkinkan.
Masih Ada Warga Bertahan Hidup di Kampung Mati Cigerut
Saat ini, diketahui ada sekitar 4 Kepala Keluarga yang masih bertahan hidup di Kampung Mati Cigerut Kulon. Mirisnya, terdapat satu keluarga terdiri dari suami, istri dan dua anaknya berusia 14 dan 6 tahun. Mereka terpaksa kembali lagi ke Kampung Mati Cigerut dengan alasan ekonomi.
“Lahan ekonomi saya ada di sini Kang. Saya punya ternak sapi yang harus dikasih makan. Kalau di bawah, mungkin terlalu jauh Kang,” kata Maman (36), saat berbincang dengan tim SiwinduMedia.com di rumahnya.
Didampingi istrinya, Intan dan kedua anaknya, Maman mengaku bertahan hidup di Kampung Mati Cigerut Kulon bukanlah sebagai pilihan, melainkan kondisi ekonomi yang memaksanya tetap untuk berada di Cigerut Kulon hingga saat ini.
“Saya bukan tidak mau pindah, tapi ini masalahnya ekonomi. Sedih juga kalau melihat istri dan anak-anak, pengen saya pindah. Tapi nanti mau bikin rumah dari menjual sapi,” ujar Maman.
Meski demikian, saat ini Maman beserta keluarga mengaku senang karena ada pihak yang turut membantu perjuangannya dalam bertahan hidup di Kampung Mati Cigerut Kulon. Dia adalah Ibra M Saleh, seorang Youtuber baik hati yang datang jauh-jauh dari Yogyakarta.
Diceritakan Maman, Ibra dirasanya sudah menjadi bagian dari keluarga. Sebab, sejak kedatangannya ke Cigerut Kulon, Ibra tidak hanya untuk kepentingan konten Youtube yang hanya meraup keuntungan sepihak. Nyatanya, Ibra ikut bertahan di Kampung Mati Cigerut sejak lebih dari sebulan lalu.
“Bang Ibra ini orang baik. Dia kelihatan sangat ikhlash membantu kami di sini. Dari awal mulai datang sudah kelihatan baiknya Bang Ibra. Bukan hanya untuk ngonten Youtube,” sebut Kang Maman, sapaan akrabnya.
Saking dekatnya, kedua anak Maman, Shelma dan Shela begitu nempel dengan Ibra. Tak jarang kedua anak perempuan cerdas ini diajak Ibra untuk sejenak menutupi kejenuhan di Kampung Mati, dengan cara jalan-jalan ke Kota Kuningan. Maman dan Intan pun ikut senang, sehingga tidak melarang anak-anaknya untuk jalan-jalan dengan Ibra ke Kota.
“Anak-anak dekat banget dengan Bang Ibra. Kadang saya juga malu sama Bang Ibra, malah jadi direpotin sama anak-anak. Bang Ibra sudah saya anggap keluarga,” tuturnya.
Sementara itu, Ibra sendiri mengaku ikhlash melakukan itu semua demi membantu keluarga Maman. Ia rela jauh-jauh datang dari Yogyakarta ke Kuningan dengan niatan bersilaturahmi.
“Ini sebenarnya bukan misi ya, saya hanya ingin bersilaturahmi dengan keluarga Kang Maman. Alhamdulillah diterima dengan baik,” ungkapnya.
Bagi siapapun yang ingin bersama-sama mencari solusi terkait keberlangsungan warga yang masih bertahan di Kampung Mati Cigerut Kulon, Ibra mengaku akan wellcome. Termasuk jika saja kerjasama untuk solusi itu datang dari para dermawan dan juga pemerintah.
“Kita mencari solusi terbaik untuk keluarga Kang Maman di sini. Juga untuk beberapa warga lainnya yang masih bertahan. Tidak ada niat saya untuk yang lain selain untuk membantu warga di sini. Kalau konten itu mah bonus saja,” sebut Ibra saat berbincang tengah malam bersama Tim SiwinduMedia.com di Kampung Mati Cigerut Kulon, beberapa waktu lalu.
Saat ini Ibra bersama sejumlah donatur, sedang berusaha mencarikan tanah untuk pembangunan rumah keluarga Maman. Sempat beberapa kali survei untuk melihat kondisi tanah yang hendak dibeli, namun belum ada yang sesuai dengan harapan.
Bahkan dari tayangan Youtube Jejak Bang Ibra, sementara akan dicarikan rumah kontrakan sebagai tempat tinggal, mengingat saat ini sudah memasuki musim penghujan. Keluarga Kang tidak mungkin bertahan lagi di Kampung Mati Cigerut Kulon saat memasuki musim hujan.