SiwinduMedia.com – Ada aturan baru dari pemerintah tentang izin air tanah. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menerbitkan aturan yang dituangkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.
Seperti dikutip dari Kompas.com, dalam aturan terbaru itu disebutkan, masyarakat yang menggunakan air tanah wajib mendapat izin dari Kementerian ESDM.
Usai terbitnya aturan yang mengatur perizinan pemanfaatan air tanah ini, sejumlah warganet di media sosial menanyakan, apakah masyarakat yang telah memiliki sumur sejak lama harus izin agar sumurnya tak ditutup?
Pertanyaan tersebut muncul menanggapi unggahan yang dibuat oleh akun TikTok @deniyuda84 pada Sabtu (28/10/2023).
“Siap-siap kalian yang punya sumur harus punya izin dulu ya. Harus punya izin, nggak diizinin sumurnya ditutup,” kata akun tersebut dalam unggahan.
“Bagaimana nasib sumurku yang di gunakan banyak orang, sedangkan di sini gak ada air dan jga gak ada bantuan dari pemerintah,” tanya seorang warganet dalam kolom komentar unggahan itu. “Gimana tuh yang punya sumur udah puluhan tahun, sampe turun temurun, masa harus pake izin? apalagi sumurnya bermanfaat bgt buat tetangga yg membutuhkan,” tulis warganet lainnya.
Hingga Senin (30/10/2023) unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 2,3 juta kali. Lantas, apakah sumur yang telah ada sejak lama harus mendapatkan izin dari Kementerian ESDM menyusul terbitnya aturan baru?
Aturan tersebut bisa jadi dipersepsikan masyarakat sebagai mempersulit atau terlalu birokratis. Kok sedikit-sedikit harus minta izin ke pemerintah?
Penjelasan Kementerian ESDM, melalui Katim Pelayanan dan Perizinan Air Tanah Kementerian ESDM Budi Joko Purnomo menyampaikan, masyarakat atau rumah tangga yang harus mendapatkan izin menurut aturan baru adalah yang penggunaan air tanahnya lebih dari 100 meter kubik per bulan.
Angka ini besar sekali, biasanya hanya rumah mewah. Misal, punya kolam renang pribadi saja yang pemakaian air tanahnya sampai sebesar ini,” kata Budi.
Yang disasar pemerintah adalah rumah luas dan mewah, gedung-gedung, dan tempat usaha atau industri, demi konservasi air.
Ia menjelaskan, untuk kebutuhan rumah tangga menurutnya pada umumnya pemakaian air tanahnya cenderung kecil. Rata-rata kebutuhan rumah tangga, pemakaian air tanahnya antara 20 hingga 30 meter kubik per bulan.
Sementara itu, jika ada rumah tangga yang menggunakan air tanah lebih dari 100 meter kubik per bulan dan sumurnya sudah ada lama tapi tak berizin, bisa mengikuti Program Penataan Perizinan Air Tanah yang aturannya saat ini sedang diatur oleh ESDM.
“Saat ini, masyarakat yang penggunaan air tanahnya besar tadi, tidak perlu khawatir terkena sanksi atau penutupan, karena Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 memberi kesempatan untuk mengurus izinnya sampai Maret 2026 atau 3 tahun sejak UU tersebut ditetapkan,” jelas Budi.
Tujuan aturan penggunaan air tanah, dikutip dari rilis resmi Kementerian ESDM, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan, aturan baru tersebut dikeluarkan bukan untuk membatasi pemanfaatan air tanah untuk masyarakat.
Menurut dia, aturan tersebut dibuat untuk mengelola cekungan air tanah. “Intinya bukan membatasi pemanfaatan untuk masyarakat, tapi kita mengelola cekungan air tanah itu khususnya akuifer yang ada di situ dengan sebaik-baiknya biar semuanya bisa memakai, biar semuanya bisa terlayani,” paparnya.
Wafid menegaskan, pengaturan pemanfaatan air tanah diperlukan agar tidak terjadi degradasi air tanah. “Agar terhindar dari keadaan yang buruk, diperlukan usaha-usaha pencegahan. Pengambilan air tanah dengan cara pemompaan yang berlebihan (overpumping) atau melebihi serahan aman (safe yield) telah terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan air tanah,” terangnya.
Menurut Wafid, air tanah merupakan sumber air yang terdapat di bawah permukaan tanah dalam lapisan akuifer.
Dampak penggunaan air tanah yang tidak terkendali, akan mengakibatkan tidak hanya menurunnya jumlah cadangan air tanah, tetapi juga dapat menimbulkan dampak lainnya terhadap lingkungan, seperti penurunan tanah (land subsidence) dan instrusi air laut.
Dampak negatif ini diawali dengan penurunan muka air tanah secara terus menerus hingga melebihi batas muka air tanah aman. Dampak lanjutan lainnya adalah degradasi kualitas air tanah karena instrusi air laut dan polusi air tanah. Selain itu, terjadi juga penurunan muka tanah karena amblesan tanah (land subsidence).