SiwinduMedia.com – Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI Yanuar Prihatin, Sabtu (25/11/2023) didaulat menjadi pemateri pada saat kegiatan Sosialisasi Program Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, di Hotel Grage Sangkan.
Acara sosialisasi yang diikuti oleh 100 peserta ini, terdiri dari aparat Pemerintahan Desa, tokoh masyarakat, dan pemuda. Selain Yanuar Prihatin yang jadi pemateri, hadir pula Ari Satia Dwipraja, Kasubbag Pemberitaan dan Publikasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, serta Kepala ATR/BPN Kabupaten Kuningan Teddy Guspriadi.
Sebelum memasuki penyampaian materi, Yanuar secara simbolis memberikan Sertifikat tanah untuk 8 orang perwakilan dari peserta yang turut hadir.
Dalam materinya Yanuar menyampaikan, bahwa salah satu pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional adalah kegiatan Reforma Agraria.
Reforma Agraria sebagai bagian dari program strategis nasional untuk mewujudkan salah satu visi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional yaitu penataan pertanahan yang berkeadilan.
Bentuk reforma agraria diterjemahkan dalam kegiatan redistribusi tanah yang bertujuan untuk kepastian hukum hak atas tanah masyarakat dan mengurangi kesenjangan penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat.
“Dalam kaitannya dengan tanah itu ada tiga hal, yaitu kepemilikannya, penguasaannya dan pemanfaatannya,” jelasnya.
Ketiga hal diatas tadi, diperlukan perbaikan yang harus dilakukan. Karena pengalaman mengajarkan, ketika suasananya belum ditata. Banyak hal yang terjadi di lapangan.
“Misalkan orang yang tidak berhak atas satu bidang tanah, tetapi bisa menguasai tanah tersebut, ribut atau konflik antar pihak yang merasa mempunyai tanah. Di daerah perkotaan biasanya terjadi atas konflik penguasaan tanah ini,” papar politisi PKB asal Kuningan ini.
Kalau di perkotaan, menurut Yanuar konflik penguasaan tanah ini sudah seperti akut. Sebenarnya akan menjadi otomatis terjadi, dimana satu wilayah, satu tempat mengalami pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri, pertumbuhan bisnis dan seterusnya.
“Di Jabodetabek contohnya, disitu kemungkinan besar terjadi konflik tanah sangat terbuka. Jadi untuk mengatasi hal-hal yang semacam ini. Salah satunya kita harus mengurut lagi dari awal, kita tata ulang,” kata Yanuar.
Sekarang di zaman sudah modern, tanah yang tidak mempunyai surat-surat itu akan repot. Apalagi yang tinggal di Desa, terutama pada saat berhubungan dengan tetangga, kalau batas yang tidak jelas itu bisa terjadi konflik.
Jangankan dengan tetangga, satu saudara satu keluarga itu bisa ribut hanya karena soal tanah. Ketika orang tua, mewariskan bidang tanah yang luas tapi batas-batas pembagiannya belum jelas.
“Kalau di kota itu sudah sudah jelas pola konfliknya, yaitu antara pengusaha besar dengan masyarakat, masyarakat dengan instansi Pemerintah, instansi Negara, dengan TNI Polri, mungkin dengan Kementerian dan seterusnya,” paparnya.
Karena persoalan-persoalan tersebut, maka BPN bersama Komisi 2 DPR RI sejak awal mencari jawaban bagaimana caranya?. Contoh misalnya soal kepemilikan, dulu kalau mengurus sertifikat itu sendiri-sendiri. Melalui proses yang sudah ada mungkin bisa ke notaris dan BPN.
Waktunya lama dan biayanya juga tinggi, makanya dibuatlah program PTSL ini. Program ini melibatkan partisipasi masyarakat, hitungannya per Desa. Dimana ada Kepala Desa, perangkat Desa, ke bawah adalah kepala dusun, RT, dan RW gampang untuk dikontrol.
“Program ini sudah berjalan selama 6 tahun, yakni dari 2017 dan akan terus berjalan di 2024. Ini tentu satu program penting yang harus kita dukung, pentingnya kerjasama supaya programnya bisa jalan dan berhasil,” pesan Yanuar.
“Dan yang terpenting, jika program ini berhasil maka Indonesia, InsyaAllah secara nasional bisa mengurangi kemungkinan terjadinya konflik tanah. Tidak ada lagi ribut soal batas tanah, luas tanah, dan tanah punya siapa,” sambung Yanuar.