SiwinduMedia.com – Permintaan maaf dari Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari terkait kesalahan dalam pendataan jumlah suara melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) memunculkan berbagai reaksi.
Hasyim menegaskan bahwa tidak ada niat untuk manipulasi dalam kesalahan yang terjadi. Namun, tanggapan dari Dewan Pakar Timnas AMIN menunjukkan bahwa permintaan maaf saja tidak cukup, tanpa investigasi mendalam untuk mengungkap akar masalah tersebut.
Achmad Nur Hidayat Anggota Dewan Pakar Timnas AMIN, sekaligus pakar kebijakan publik mengatakan permintaan maaf tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Sirekap sudah lulus uji dan diaudit ahli IT namun kenapa terjadi penggelembungan proporsional tidak seimbang.
“Data Timnas AMIN menunjukan kesalahan sirekap terlalu amat sistematis karena tidak secara proporsional. Memang tejadi penggelembungan, namun dari 335 sampel TPS yang diteliti timnas AMIN, pasangan 02 yaitu Prabowo-Gibran adalah pihak yang digelembungkan paling banyak 65%, dibandingkan 01 sebanyak 19,6% dan 03 sebanyak 15,4%,” ujar Achmad Nur Hidayat yang sering disapa Hidayat Matnoer ini.
Hal ini, menurut Hidayat Matnoer yang juga sebagai ekonom dan akademisi, menuntut lebih dari sekadar permintaan maaf dan memerlukan penjelasan rinci serta audit menyeluruh oleh KPU, termasuk pada bagian IT.
Hidayat Matnoer menyakini kesalahan sistematis yang diungkap oleh Timnas AMIN, dimana terjadi penggelembungan suara yang tidak proporsional dan cenderung menguntungkan satu pihak, memunculkan dugaan adanya kesengajaan dalam kesalahan yang terjadi.
“KPU perlu melakukan transparansi dan akuntabilitas dalam menjelaskan kesalahan tersebut secara detil kepada publik. Hal itu adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan. Tanpa transparansi, sulit bagi publik untuk memahami sepenuhnya apa yang terjadi dan mengapa,” jelasnya.
Ia meminta audit independen, baik secara umum terhadap proses pengambilan keputusan di KPU maupun khususnya pada sistem IT Sirekap, adalah langkah logis untuk mengidentifikasi celah dan kelemahan.
Audit ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana kesalahan sistematis bisa terjadi dan langkah apa yang perlu diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Dengan demikian, kasus Sirekap ini menegaskan pentingnya integritas sistem pemilu dan tanggung jawab penyelenggara untuk memastikan proses yang adil dan transparan.
Lebih lanjut Hidayat Matnoer menjelaskan, kesalahan dari niatnya, harus dihadapi dengan tindakan korektif yang jelas dan akuntabilitas yang nyata untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap sistem pemilu.
“Apalagi kesalahan Sirekap KPU tersebut, berdampak anggaran yang bersumber dari APBN, dimana APBN tidak digunakan secara cermat sebagaimana sudah diatur dalam UU Keuangan Negara. Untuk Pemilu 2024, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran hingga Rp71,3 triliun sejak 20 bulan lalu,” pungkasnya.